Melihat Produksi Emping Melinjo di Cirebon
Emping Melinjo. Pernah mencoba makanan ringan (snack) yang
satu ini? Tentu saja, dengan rasa gurihnya, snack yang satu ini akrab di mata
para pecinta cemilan. Di Cirebon, ada sebuah desa bernama desa Tuk, Kecamatan
Kedawung, Kabupaten Cirebon. Di sinilah, emping melinjo diproduksi. Di sini
pula, kita bisa menemukan para pengusaha sekaligus perajin emping melinjo.
Mereka kian optimistis, kendati bahan baku emping kian langka dan mahal.
Nyaris sulit dipercaya. Tanah yang kini telah dipadati rumah
warga, dulunya adalah sebuah hutan pohon melinjo. Memang tak jelas kapan
tepatnya. Yang pasti, hutan itu sudah tak terlihat laiknya sebuah hutan, alias
pepohonan melinjo itu telah berkurang jumlahnya. Kini, yang ada hanya semangat
para perajin emping melinjo mengembangkan usahanya. Ya, para perajin itu sudah
sangat jarang memanfaatkan pohon melinjo di sekitar rumahnya. Apalagi
pemandangan di sekitar rumah warga, hampir semuanya terpajang emping melinjo
yang masih dijemur di sekitar rumah. Saya pernah ke sana dan merasakan atmosfir
itu ketika untuk kali pertama menginjakkan kaki di sana. Optimisme mereka
memang membuahkan hasil. Terbukti, emping melinjo sudah menjadi makanan khas
Cirebon. Biasanya produk ini dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung
ke kota ini. Emping ini memang menggunakan bahan dasar dari buah melinjo
pilihan. Sehingga menghasilkan emping yang berkualitas. Pengusaha emping
melinjo bermerek Santi Jaya misalnya. Untuk mendapatkan bahan baku melinjo
berkualitas, harus membayar mahal melinjo pasokan dari Banten. Seperti
diungkapkan Nani, salah satu pengelola usaha emping melinjo Santi Jaya, tak
jarang pula tidak mendapatkan pasokan sama sekali selama beberapa pekan. Hal
itu dikarenakan langkanya bahan baku, apalagi bahan baku snack ini sifatnya
musiman dan mahal. “Terkadang, kami sama sekali tidak mendapat pasokan. Tetapi
kalau sudah musimnya, kami tidak meminta pun mereka datang untuk memasok,”
ungkap Nani pada Kamis, (2/7). Usaha emping melinjo milik Yali, kakak lelaki
Nani, merupakan usaha turun temurun keluarganya dari tahun 1990-an. Usaha Yali
memang bisa dibilang besar dan semakin berkembang. Kini hasil produksi emping
melinjonya telah tersebar di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan
Bandung. Distribusi juga sampai di Singapura dan Malaysia. Namun diakui Nani,
distribusi masih menjadi kendala utama dalam usahanya ini. Produksi setiap
harinya 5 kuintal per hari. Emping melinjo produksinya pun beragam. Mulai dari
emping yang masih mentah, emping putih dan merah. Yang mentah, dijual senilai
Rp 22.000 per kilogram. Emping putih senilai Rp 20.000 per kilogram. Emping
yang merah dan pedas, dijual senilai Rp 18.000 per kilogram. Dari segi ukuran,
khas emping melinjo yang diproduksinya berukuran sedikit lebar. Sedangkan
pendistribusiannya, dibutuhkan tiga mobil per minggu untuk 2 ton emping
melinjo. Kini, usaha Yali sudah telah mempekerjakan 19 tenaga kerja lelaki dan
sekitar 41 untuk pekerja perempuan. Para pekerja perempuan itu bekerja setiap
hari dan untuk pekerja lelaki bekerja mingguan. Adapun untuk upah, para
perempuan diberi upah senilai Rp 20.000 per hari, sedangkan untuk lelaki
senilai Rp 25.000. Perbedaan nilai upah tersebut, diakui Nani karena perbedaan
tanggungjawab.
sumber: www.kompasiana.com
0 komentar: